1. Pengertian Diuretik
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin melalui kerja langsung terhadap ginjal. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume
urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran
zat-zat terlarut dalam air. Proses deuresis dimulai dengan mengalirnya
darah ke glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak d bagian luar ginjal
(cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus
yang secara pasif dapat di lintasi air, garam, dan glukosa.Fungsi utama
diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel
kembali menjadi normal.
2. Golongan DiuretikDiuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1. Diuretik osmotic
2. diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
3. diuretik golongan tiazid
4. diuretik hemat kalium
5. diuretik kuat
1. Diuretik osmotik
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula
menurun.
c. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out,
kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid.
2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal
sehingga di samping karbonat , juga Na dan K di ekskresikan lebih
banyak bersama dengan air. Khasiat diuretiknya hanya lemah, setelah
beberapa hari terjadi tachyfylaxie, maka perlu digunakan secara selang
seling (intermittens). Diuretic bekerja pada tubuli Proksimal dengan
cara menghambat reabsorpsi bikarbonat.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.
3. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat
tetapi tertahan lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan dalam
terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung (dekompensatio
cardis). Obat-obat ini memiliki kurva dosis efek datar, artinya bila
dosis optimal dinaikkan lagi efeknya (dieresis, penurunan tekanan darah)
tidak bertambah.Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ;
klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid,
politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon,
kuinetazon, dan indapamid.
4. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus
koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan
sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau
secara langsung (triamteren dan amilorida).efek obat-obat ini hanya
melemahkan dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya
guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorbsi Na
dan ekskresi K. proses ini dihambat secara kompetitif (saingan) oleh
obat-obat ini. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal hanyalah
lemah efek ekskresinya mengenai Na dan K. tetapi pada penggunaan
diuretika lengkungan dan thiazida terjadi ekskresi kalium dengan kuat,
maka pemberian bersama dari penghemat kalium ini menghambat ekskresi K
dengan kuat pula. Mungkin juga ekskresi dari magnesium dihambat.
5. Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport
elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Obat-obat ini berkhasiat kuat
dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada keadaan
akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memperlihatkan kurva dosis
efek curam, artinya bila dosis dinaikkan
Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.
4. Indikasi penggunaan diuretik
1. Edema yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, dan gangguan ginjal.
2. Non Edema seperti hipertensi, glukoma, mountain sickness, Forced diuresis pada keracunan, gangguan asam basa, dan nefrolitiasis rekuren
5. Penggunaan klinik diuretik
1. Hipertensi
digunakan untuk mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah
menurun. Khususnya derivate-thiazida digunakan untuk indikasi ini.
Diuretic lengkungan pada jangka panjang ternyata lebih ringan efek anti
hipertensinya, maka hanya digunakan bila ada kontra indikasi pada
thiazida, seperti pada insufiensi ginjal. Mekanisme kerjanya
diperkirakan berdasarkan penurunan daya tahan pembuluh perifer. Dosis
yang diperlukan untuk efek antihipertensi adalah jauh lebih rendah
daripada dosis diuretic. Thiazida memperkuat efek-efek obat hipertensi
betablockers dan ACE-inhibitor sehingga sering dikombinasi dengan
thiazida. Penghetian pemberian obat thiazida pada lansia tidak boleh
mendadak karena dapat menyebabkan resiko timbulnya gejala kelemahan
jantung dan peningkatan tensi.Diuretik golongan Tiazid, merupakan
pilihan utama step 1, pada sebagian besar penderita.
Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat, bila ada bahaya hipokalemia.
2. Payah jantung kronik kongestif
Diuretik golongan tiazid, digunakann bila fungsi ginjal normal.
Diuretik kuat biasanya furosemid, terutama bermanfaat pada penderita dengan gangguan fungsi ginja.
Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat bila ada bahaya hipokalemia.
3. Udem paru akut
Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid)
4. Sindrom nefrotik
Biasanya digunakan tiazid atau diuretik kuat bersama dengan spironolakton.
5. Payah ginjal akut
Manitol dan/atau furosemid, bila diuresis berhasil, volume cairan tubuh yang hilang harus diganti dengan hati-hati.
6. Penyakit hati kronik
spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat).
7. Udem otak
Diuretik osmotik
8. Hiperklasemia
Diuretik furosemid, diberikan bersama infus NaCl hipertonis.
9. Batu ginjal
Diuretik tiazid
10. Diabetes insipidus
Diuretik golongan tiazid disertai dengan diet rendah garam
11. Open angle glaucoma
Diuretik asetazolamid digunakan untuk jangka panjang.
12. Acute angle closure glaucoma
Diuretik osmotik atau asetazolamid digunakan prabedah.
Untuk pemilihan obat Diuretik a yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.
6. Mekanisme kerja diuretic
Kebnyakan diuretic bekerja mengurangi reabsorbsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak.
Obat-obat ini bekerja khusus pada tubuli, tetapi juga ditempat lain,
yakni di:
1. Tubuli proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang dsini direabsorbsi
secara aktif untuk kurang lebih 70% antara lain ion Na dan air, begitu
pula glukosa dan ureum. Karena reabsorbsi berlangsung secara
proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis
terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol dan sorbitol) bekerja disini
dengan merintangi reabsorbsi air dan juga natrium.
2. Lengkungan henle
Dibagian menaik dari henle’s loop ini kurang lebih 25% dari semua ion Cl
yang telah di filtrasi d reabsorbsi secara aktif disusun dengan
reabsorbsi pasif dari Na dan K tetapi tanpa air, hingga filtrate menjadi
hipotonis, diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetanida, dan
etakrina, bekerja terutama disini dengan merintangi transfor Cl dan
demikian reabsorbsi Na pengeluaran K dan air juga diperbanyak.
3. Tubuli distal
Di bagian pertama, Na di reabsorbsi secara aktif pula tanpa air hingga
filtrate menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan
klortalidon bekerja ditempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na dan Cl
sebesar 5-10%. Di bagian kedua ion Na ditukarkan dengan ion K atau NH,
proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron. antagonis
aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida
triamteren) bertitik kerja disini dengan mengakibatkan ekskresi Na
(kurang dari 5%) dan retensi K.
4. Saluran pengumpul
Hormone antidiuretik ADH (vasopressin) dan hipofisis bertitik kerja
disini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel
saluran pengumpul.
7. Efek samping
Efek-efek samping yang utama yang dapat di akibatkan diuretika adalah:
1. Hipokalemia
Kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretic dengan ttitik kerja
dibagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K dan H karena
ditukarkan dengan ion Na. akibatnya adalah kandungan kalium plasma darah
menurun dibawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi pada
penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida, mungkin
bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium ini bergejala kelemahan otot,
kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung
tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata. Thiazida yang digunakan
pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon 12,5 mg
perhari), hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh karena itu tidak
perlu disuplesi kalium (Slow-K 600 mg), yang dahulu agak sering
dilakukan kombinasinya dengan suatu zat yang hemat kalium suadah
mencukupi. Pasien jantung dengan gangguan ritme atau yang di obati
dengan digitalis harus dimonitor dengan seksama, karena kekurangan
kalium dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin.
Pada mereka juga d khawatirkan terjadi peningkatan resiko kematian
mendadak (sudden heart death).
2. Hiperurikemia
Akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua diuretika,
kecuali amilorida. Menurut perkiraan, hal ini diebabkan oleh adanya
persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di
tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tibggi untuk
retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka.
3. Hiperglikemia
Dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi, akibat
dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan.
Terutama thiazida terkenal menyebabkan efek ini, efek antidiabetika oral
diperlemah olehnya.
4. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar koleterol
total (juga LDL dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol HDL yang
dianggap sebagai factor pelindung untuk PJP justru diturunkan terutama
oleh klortalidon. Pengecualian adalah indaparmida yang praktis tidak
meningkatkan kadar lipid tersebut. Arti klinis dari efek samping ini
pada penggunaan jangka panjang blum jelas.
5. Hiponatriemia
Akibat dieresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretikaa lengkungan,
kadar Na plasma dapat menurun drastic dengan akibat hiponatriemia.
Geejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu
mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka untuk dehidrasi, maka
sebaiknya diberikan dosis permulaan rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu. Terutama pada furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
6. Lain-lain
Gangguan lambung usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala,
pusing dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada
penggunaan furosemida/bumetamida dalam dosis tinggi.
8. Interaksi
kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menyebabkan interaksi yang tidak dihendaki, seperti:
1. Penghambat ACE
Dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
2. Obat-obat (NSAID’S)
Dapat memperlemah efek diuretic dan antihipertensif akibat sifat retensi natrium dan lainnya.
3. Kortikosteroida
Dapat memperkuat kehilangan kalium.
4. Aminoglikosida
Ototoksitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversible).
5. Antideabetika oral
Dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.
6. Litiumklorida
Dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
9. Zat-zat yang lain
1. Furosemida: frusemide, lasix, impugan.
Turunan fulsanamida (1964) yang berdaya diuretic kuat dan bertitik kerja
dilengkungan henle bagian menaik. sangat efektif pada keadaan udema di
otak dan paru-paru yang akut. Mulai kerjanya cepat, oral dalam 0,5-1 jam
dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam
lamanya.
Efek sampingnya berupa umum pada injeksi intra vena terlalu cepat, ada
kalanya tetapi jarang terjadi ketulian (reversible) dan hipotensi.
Hipokalemia reversible dapat terjadi pula.
Dosis: pada udema oral 40-80 mgpagi per cup jika perlu atau pada
infusiensi ginjal sampai 250-2000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi
intravena (perlahan) 20-40 mg, pada keadaan kemelut hipertensi sampai
500 mg. penggunaan intramuscular tidak di anjurkan.
Bumetanida (burinex) adalah juga derivate sulfamoyl (1972) dengan kerja
diuretic yang 50 kali lebih kuat. Sifat-sifat kinetiknya lebih kurang
sama dengan furosemida, juga penggunaannya.
Dosis: oral 0,5-1 mg pagi, bila perlu 3-4 dd. Intramuscular/intravena 0,5-2 mg.
2. Asam etakrinat: edecrin
Derivate fenoksiasetat ini ( 1963) juga bertitik kerja dilengkungan
henle. Efeknya pesat dan kuat, bertahan 6-8 jam. Ekskresnya berlangsung
melalui empedu dan kandung kemih. Berhubung ototoksisitasnya dan
seringnya mengakinbatkan gangguan lambung usus, zat ini tidak boleh
diberikan pada anak-anak dibawah usia 2 tahun.
Dosis: oral 1-3 dd 50 mg p.c., intravena (perlahan) 50 mg garam Na.
3. Hidroklorthiazida: HCT, esidrex
Senyawa sulfamoyl ini (1959)diturunkan dari klorthiazida yang
dikembangkan dari sulfanilamide. Bekerja dibagian muka tubuli distal,
efek diuretisnya lebih ringan dari diuretika lengkungan tetapi bertahan
lebih lama, 6-12 jam. Daya hipotensifnya lebih kuat (pada jangka
panjang), maka banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi
ringan hingga sedang. Sering kali pada kasus yang lebih berat
dikombinasikan dengan obat-obat lain untuk memperkuat efeknya, khususnya
beta-blockers. Efek optimal ditetapkan pada dosis 12,5 mg dan dosis
diatasnya tidak akan menghasilkan penurunan tensi lagi (kurva dosis-efek
datar). Zat induknya klorthiazida berkhasiat 10 kali lebih lemah, mka
kini tidak digunakan lagi.
Dosisi: hipertensi: 12,5 mg pagi p.c.,udema:1-2 dd 25-100 mg, pemeliharaan 25-100 mg 2-3 kali seminggu.
4. Klortalidon: hygroton
Derivat sulfonamide ini (1959) rumus-rumusnya mirip dengan thiazida,
begitu pula khasiat diuretisnya sedang. Mulai kerjanya setelah 2 jam dan
bertahan sangat lama, antara 24-72 jam tergantung pada tingginya
dosis.efek hipotensifnya bertambah secara berangsur-angsur dan baru
optimal sesudah 2-4 minggu.
Dosis: hipertensi: 12,5 mg pagi p.c (dosis optimal), udema: setiap 2 hari 100-200 mg, pemeliharaan 25-50 mg perhari.
obat diuretika
|
Langganan:
Postingan (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar